Awalnya Normal, endingnya C-Section
Pengalaman melahirkan merupakan
pengalaman yang tidak semua wanita bisa alami. Beruntunglah jika kita wanita
yang pernah merasakan kehamilan hingga melahirkan. Pengalaman tersebut adalah
hadiah yang sekaligus menjadi amanah yang dititipkan Allah. Melahirkan adalah
proses yang ibarat berjuang agar kedua kaki tetap berpijak ke dunia. Karena
proses tersebut semacam pertaruhan antara hidup dan mati. Satu kaki berada di
dunia dan satu kaki lagi di ujung kematian. Ajaibnya, wanita bisa melalui
proses menegangkan itu dengan happy
ending, tetapi ada pula yang harus menunda happy endingnya itu dengan kesakitan sementara, bahkan adapula yang
berujung “sad ending”. Lagi-lagi, bersyukurlah kita jika melewatinya dengan
akhir yang dipenuhi senyuman.
Seiring
perkembangan teknologi, proses melahirkan semakin ke sini semakin mudah. Teknologi
ikut andil dalam memudahkan proses melahirkan. Proses persalinan umumnya secara
normal, atau bayi lahir melalui vagina tanpa menggunakan alat bantu serta tidak
melukai ibu maupun bayi. Ada pula persalinan yang dibantu alat dan vakum,
persalinan dengan operasi caesar,
bahkan persalinan dalam air. Semua jenis persalinan yang dijalani pasti
memiliki efek samping yang berbeda-beda. Jadi, kita tidak bisa menganggap bahwa
ibu yang telah melahirkan secara Caesar lebih santai dibandingkan normal.
Kali
ini aku akan menyentil membahas tentang pengalaman melahirkan secara normal
yang HARUS diakhiri dengan tindakan C-Section.
BERCAK
DARAH
20
Januari 2018 lalu akhirnya bayi yang ada dalam perutku keluar. Tetapi, sebelum
itu, ada drama yang sangat panjang. Dua hari sebelumnya (18 Januari 2018), saat
bangun tidur kutemui flek darah dari vagi**ku. Karena keseringan berseluncur di
dunia maya untuk mencari info-info kehamilan, aku tidak panik melihat bercak
tersebut. Aku melakukan rutinitas seperti biasa. Pada siang harinya, aku merasa
punggung rasanya encok dan perih. Aku mulai menerka lagi bahwa kontraksi yang sering diistilahkan gelombang cinta oleh para blogger dan vlogger di konten mereka itu,
mulai aku rasakan. Meskipun kontraksi tersebut datangnya masih berinterval
jauh. Kira-kira setiap sepuluh menitan.
Aku
menghantam revisian tesisku untuk segera terselesaikan, karena dua hari lagi
ujian akhir menantiku (meskipun aku tah bahwa ujian tersebut bakalan diundur
karena bertepatan dengan hari bersalinku). Sore harinya, aku tetap melakukan
aktivitas seperti biasa, bahkan kuputuskan untuk ke warnet untuk nge-print
tesisku. Di warnet, rasa sakit pada pinggul , pinggang, hingga ke paha itu
semakin menjadi-jadi. Akhirnya, kuputuskan untuk check up ke RSIA yang telah kurencanakan untuk persalinanku nanti.
Setelah dicek, pembukaan ternyata belum ada.
PEMBUKAAN
1 ke 3 = 22 jam
Sesuai
saran dokter , aku kembali ke RS pukul 23.00. Pembukaan dimulai di sini.
Pembukaan satu bukan berarti aku harus stay
di rumah sakit sambil menunggu kamar yang ready.
Kami disarankan pulang dan kembali keesokan harinya. Sejak kembali ke rumah
hingga pagi hari (19 Januari 2018), kesakitan itu semakin menjadi-jadi. Aku
gelisah, kegerahan, sakit pinggul hingga paha membuat aku tidak bisa memejamkan
mata hingga pagi menjelang.
“Pembukaan
2” pernyataan perawat itu membinarkan hatiku akan segera bertemu dengan sosok
yang selama ini menendang-nendang perutku. Pembukaan distumulasi dengan mondar-mandir
di selasar rumah sakit. Suami dan orang tua bergantian menemaniku dan
memberikan sugesti positif. Aku masih menikmati makan di cafe RS dengan sesekali menahan nyeri. Sekitar tiga jam berikutnya,
dokter memeriksa pembukaan, pembukaan masih tetap di 3 tetapi kami telah
diarahkan untuk masuk ke ruang bersalin. Ruangan itu dipenuhi dengan berbagai
perasaan dan nada. Perasaan cemas, perasaan bahagia, dan perasaan was-was.
Suara rintihan, suara teriakan, suara tangisan, suara amarah, suara semangat,
dan suara tangis bayi yang begitu ditunggu-tunggu.
17.00
– 21.00 WITA. Pembukaan masih stay di
3. Gelombang cinta lambat laun makin menjadi-jadi. Ada rembesan yang terasa keluar
dan menjadikan celanaku lembab. Setelah dipantau oleh bidan, rembesan itu
adalah air ketuban. Bidan menyarankan untuk berhenti mondar-mandir, pipis di
tolilet, dan tetap berbaring di tempat tidur. Pukul 00.21 Dini hari (20 Januari
2018), bidan mengecek kembali berikut dengan pengecekan denyut jantung janin.
Pembukaan tak kunjung meningkat, sedang kontraksi yang kurasakan tidak sesantai
sebelumnya.
INDUKSI
MENTOSA
Akhirnya,
aku ditawarkan untuk diinduksi lewat infus, dalam istilah kedokteran, induksi
yang kujalani disebut dengan Induksi
Mentosa (metode induksi dengan menggunakan obat-obatan).
Nantinya, obat-obatan tersebut akan bekerja di reseptor-reseptor dalam rahim.
Ada dua macam obat induksi yang digunakan, yaitu oksitosin dan prostagladin E1.
Oksitosin adalah obat berupa cairan dan dimasukkan melalui selang infus.
Sedangkan prostagladin E1 adalah obat berupa tablet dan bisa dimasukkan ke
vagina dengan alat khusus (intravaginal), atau diminum. Dosis yang digunakan
berbeda-beda pada setiap ibu. Aku menggunakan induksi dengan obat induksi
oksitosin. Bidan memilih opsi tersebut (dengan izin dokter melalui telepon)
karena menurutnya cocok untuk kondisiku saat itu yang tak kunjung mengalami
penanjakan bukaan.
Awalnya aku sangat paranoid dengan
kata ‘induksi’ itu. salah satunya karena berbagai pengalaman dan asumsi
orang-orang yang mengatakan induksi tersebut lima kali lebih sakit dibandingkan
dengan kontraksi alami. Bahkan, ada pula yang berujung kematian. Empat jam
berikutnya, bidan kembali memantau pembukaan, alhamdulilah sudah naik ke
pembukaan 8. Aku mencoba menenangkan diri, berhenti merintih dengan jeritan
yang keras, sesekali bidan memberi sugesti supaya menyimpan tenaga untuk dipersiapan pada fase meneran. Suami dan orang
tua juga full dan tak henti
memberikan support dengan tetap
berada di sampingku, meskipun kesakitan itu menimbulkan emosi yang bergejolak.
Aku merasa tulangku patah seribu, amarahku pecah. Untungnya, suami dan orang
tuaku memaklumi itu. Aku mencoba menenangkan diri. Di sini aku sangat
bersyukur, dalam kondisi yang begitu menegangkan ini, suami tercinta dan ibu tersayang masih bisa
mendampingi. Mereka membantuku berganti posisi, memberi makanan dan minuman,
hingga memberi pelukan dan ciuman yang bisa membantu meredakan serangan
gelombang cinta.
GELOMBANG
CINTA YANG SEMAKIN HEBAT
08.00
WITA. Gelombang cintaku itu menguasai tubuhku. Aku tak henti-hentinya meringis
bahkan dengan teriakan. Padahal, berteriak merupakan kesalahan fatal dalam
proses bersalin karena dapat mengurangi energi dan tentunya terbuang percuma.
Sampai pada fase ini, aku meneran tidak pada waktunya bahkan berlebihan. Menurut
bidan, hal ini bisa meningkatkan risiko asfiksia pada bayi dan kesulitan
bernapas. Kesulitan pernapasan pun harus kurasakan dan dokter memutuskan untuk
menggunakan alat bantu pernapasan. Tibalah saatnya untuk melahirkan. Aku
dituntun untuk mengejan oleh dokter. Mengatur, menarik, dan membuang napas
berkali-kali. Tiga kali meneran dan kepala bayi masih terlalu jauh bahkan belum
terlihat dari vulva. Karena kepala bayi tak kunjung turun dan energiku sudah
tidak memungkinkan untuk meneran, dokter memutuskan untuk melakukan operasi
Caesar. Aku terus menerus meneran hingga suntikan anastesi itu tertancap masuk
ke punggungku. Aku merasa lega dan lambat laun badanku mati rasa. Operasi
berjalan selama kurang lebih satu setengah jam. Kudengar suara bayi menangis
kencang. Dokter memperlihatkan bayiku sebelum dimasukkan ke dalam bayi untuk
dibersihkan dan dirawat.
Persalinan
yang aku jalani itu termasuk persalinan Kala II atau persalinan fase 2. Persalinan
tidak maju dan janin tidak juga lahir sedangkan sang ibu sudah kehabisan tenaga
untuk meneran, maka dokter akan melakukan persalinan alat bantu, jika tidak
berhasil maka dilakukan tindakan operasi sesar.
Jika
diakumulasi, Pembukaan pertama hingga pembukaan tiga memakan waktu 22 jam
lamanya. Totally, pembukaan pertama
hingga lengkap (Bukaan 10) sekitar 36 jam lamanya.
Selepas
operasi sesar, aku merasa nyeri dibekas sayatan operasi. Namun, nyeri dan
kesulitan bangun-tidur itu aku rasanya tidak berlangsung lama. Tidak separah
yang diasumsikan orang lain. Bahkan dua pekan setelah operasi, aku bisa
menuntaskan ujian tutupku dan berhasil menyematkan gelar master di belakang
namaku.
Kesimpulan
yang bisa dijadikan pelajaran untuk ibu hamil dari pengalamanku ini adalah
proses melahirkan yang biasa terjadi selama berjam-jam bahkan berhari-hari
hingga pada akhirnya melakukan tindakan operasi disebabkan oleh beberapa
faktor. Yaitu sebagai berikut.
Pembukaan
yang Lamban
Setiap
ibu mengalami pembukaan yang berbeda-beda. Ada yang cepat yang hanya dalam
hitungan jam adapula yang berhari-hari. bahkan ada pula yang tidak mengalami
pembukaan terlebih dahulu sebelum merasakan kontraksi.
Hormon
Persalinan Bermasalah Akibat Emosi yang Labil
Persalinan
yang lama membuat ibu mudah kelelahan secara fisik maupun emosional. Ibu yang
mudah stress saat persalinan tubuhnya akan kurang memproduksi hormon oksitosin
sehingga proses melahirkan pun menjadi lebih lama.
Kondisi
dan Posisi Bayi
Posisi
sungsang menjadi pemicu terbesar terjadinya persalinan Kala II. Namun, kondisi
yang aku alami, posisi bayi tidak sungsang. Posisi bayi stabil dengan kepala
berada di bawah tetapi berat badan bayi yang terlalu besar dibandingkan bentuk
panggul ibu yang tidak memungkinkan,
maka persalinan pun terhambat.
Bentuk
Panggul Ibu
Bentuk
panggulku termasuk panggul android, yaitu rongga panggul berukuran kecil,
berbentuk menyerupai simbol hati, dan lengkungan pubik yang sempit. Akibatnya,
membuat persalinan normal menjadi sulit dan lama.
Jadi,
setiap ibu yang akhirnya harus melahirkan dengan bantuan operasi sesar tidak
melulu karena merasa tidak memiliki nyali untuk melahirkan normal. Ada kondisi
tertentu yang menuntut hal tersebut terjadi. Andai saja aku berpikiran untuk
takut melahirkan normal, bisa saja aku meminta dokter untuk melakukan tindakan
operasi di awal pembukaan. Aku beruntung sudah berusaha semaksimal mungkin
untuk melahirkan secara normal meskipun pada akhirnya tindak operasi Caesar-lah
yang terbaik untuk keselamatan kita berdua.
Sharing
Is Caring. Semoga Bermanfaat :)
Komentar
Posting Komentar