KONEKSI ANTAR MATERI MODUL 3.1 Pengambilan Keputusan Berbasis Nilai-Nilai Kebajikan sebagai Pemimpin
“Mengajarkan anak menghitung itu baik,
namun mengajarkan mereka apa yang berharga/utama adalah yang terbaik”
(Teaching kids to count is fine but teaching them what counts is best).
Bob Talbert
Kalimat dari Bob Talbert di atas bermakna bahwa mengajarkan keterampilan teknis seperti menghitung kepada anak-anak memang penting dan baik. Namun, yang lebih penting atau terbaik bagi kehidupan mereka adalah mengajarkan mereka nilai-nilai atau hal-hal yang berharga dalam kehidupan, seperti nilai-nilai moral, etika, rasa empati dan simpati. Pendidikan tidak hanya fokus pada aspek intelektual, tetapi juga pada pengembangan karakter dan nilai-nilai kehidupan.
Kutipan tersebut memiliki kaitan erat dengan materi "Pengambilan Keputusan Berbasis Nilai-Nilai Kebajikan sebagai Pemimpin." Dalam konteks ini, mengajarkan anak-anak untuk menghitung bisa diibaratkan sebagai memberikan keterampilan teknis yang diperlukan untuk membuat keputusan yang efektif. Namun, mengajarkan mereka tentang apa yang berharga atau utama mencerminkan pentingnya nilai-nilai kebajikan dalam proses pengambilan keputusan.
Sebagai pemimpin, kemampuan untuk membuat keputusan yang baik tidak hanya bergantung pada data dan analisis teknis, tetapi juga pada pemahaman mendalam tentang nilai-nilai kebajikan seperti kejujuran, integritas, empati, dan tanggung jawab. Nilai-nilai ini membantu memandu pemimpin dalam membuat keputusan yang tidak hanya menguntungkan secara material, tetapi juga bermanfaat bagi komunitas dan masyarakat secara keseluruhan.
Dengan demikian, mengintegrasikan nilai-nilai kebajikan dalam proses pembelajaran dan pengambilan keputusan membantu membentuk pemimpin yang tidak hanya kompeten secara teknis, tetapi juga memiliki karakter yang kuat dan mampu mempertimbangkan dampak sosial dan moral dari keputusan mereka.
Ketika kita sebagai seorang guru atau pemimpin di sekolah menghadapi situasi dilema etika, akan ada nilai-nilai kebajikan mendasar yang bertentangan seperti cinta dan kasih sayang, kebenaran, keadilan, kebebasan, persatuan, toleransi, tanggung jawab dan penghargaan akan hidup. Keputusan yang diambil berdasarkan nilai-nilai Kebajikan yang bertentangan dapat menimbulkan dampak.
Jika cinta dan kasih sayang diprioritaskan, siswa mungkin merasa didukung dan diterima, dan kita telah menerapkan pembelajaran yang berpihak pada murid. Namun akan muncul dampak negatifnya, jika kebenaran diabaikan untuk melindungi perasaan siswa, ini bisa mengarah pada kurangnya transparansi dan kepercayaan, serta potensi ketidakadilan pada siswa. Dalam menghadapi dilema etika, seorang guru atau pemimpin di sekolah perlu menimbang dampak jangka pendek dan jangka panjang dari keputusan yang dihasilkan
Sebagai seorang pemimpin pembelajaran, saya memiliki peran penting dalam membentuk dan memfasilitasi pengalaman belajar murid serta menerapkan student center dalam pembelajaran.
Beberapa cara yang dapat dilakukan sebagai bentuk kontribusi pada proses pembelajaran murid adalah
a. Menciptakan Lingkungan Belajar yang Inklusif. Perlu memastikan agar murid merasa diterima dan dihargai dengan menerapkan pembelajaran berdiferensiasi.
b. Memfasilitasi Pembelajaran Berbasis Nilai. Pembelajaran perlu mengintegrasikan nilai-nilai kebajikan seperti kejujuran, tanggung jawab, dan empati dalam kurikulum. Serta tidak lupa untuk penerapan mindfulness sebagai pembelajaran sosial emosional.
Education is the
art of making man ethical.
Pendidikan adalah sebuah seni untuk membuat manusia menjadi berperilaku etis.
~ Georg Wilhelm Friedrich Hegel ~
Kutipan di atas mengandung makna bahwa pendidikan tidak sekadar bertujuan untuk mencapai nilai maksimal pada setiap aspek mata pelajaran. Bukan tentang seberapa dalam materi mata pelajaran dikuasai, tetapi pendidikan adalah proses bagi manusia untuk berperilaku sebagaimana layaknya manusia: yang memiliki perasaan, mampu berempati, mampu memahami dan menghargai perbedaan, serta mampu mengambil keputusan yang beretika dan bertanggung jawab. Pendidikan sejati membekali individu dengan kemampuan untuk berinteraksi secara positif dengan orang lain. Pendidikan menjadi seni dalam membentuk karakter dan moral manusia, menjadikannya individu yang etis dan berintegritas.
Ki Hajar Dewantara merupakan pencetus asas-asas pendidikan yang kita kenal sebagai patrap triloka. Patrap triloka terdiri atas tiga semboyan yaitu Ing ngarso sung tuladha, ing madya mangun karsa, Tut wuri handayani yang artinya "di depan memberi teladan", "di tengah membangun motivasi", dan "di belakang memberikan dukungan". Bagian dari semboyan beliau yaitu Tut wuri handayani bahkan dijadikan sebagai slogan Kementerian Pendidikan Nasional Indonesia. Ketiga semboyan ciptaan Ki Hajar Dewantara seolah-olah tak lekang oleh zaman, artinya semboyan tersebut masih kontekstual dengan keadaan sekarang di tengah derasnya arus perkembangan informasi dan teknologi.
Ketika pemimpin menerapkan filosofi Patrap Triloka, pemimpin tidak hanya memprioritaskan kepentingan sendiri tetapi juga pertumbuhan dan perkembangan anggota tim mereka. Filosofi Patrap Triloka menggali tiga alam keberadaan, mendorong para pemimpin untuk mempertimbangkan aspek fisik, psikologis, dan metafisik dalam keputusan mereka. Sebagai seorang pemimpin pembelajar, tentu kita seringkali dihadapkan dalam situasi yang mengandung dilema etika dan bujukan moral. "Dilema Etika" merupakan sebuah situasi yang terjadi ketika guru harus memilih dua pilihan yang benar secara moral, tetapi bertentangan. Sedangkan "Bujukan Moral" adalah sebuah situasi ketika guru harus memilih keputusan benar atau salah.
Pengaruh pandangan Ki Hajar Dewantara dengan filosofi Patrap Triloka terhadap sebuah pengambilan keputusan sebagai seorang pemimpin adalah guru menyadari dalam lingkungan sekolah akan dihadapkan pada berbagai dilema etika dan bujukan moral. Di sinilah guru perlu memiliki kompetensi dan peran sesuai dengan filosofi Patrap Triloka dari Ki Hajar Dewantara dengan cara menjadi sosok teladan yang positif, motivator, dan sekaligus menjadi dukungan moral bagi siswa untuk mewujudkan profil pelajar Pancasila dan merdeka belajar.
Nilai-nilai yang perlu tertanam dalam diri seorang pemimpin adalah nilai moral, etika, dan prinsip-prinsip hidup. Nilai-nilai tersebut sangat memengaruhi prinsip-prinsip yang dipilih dalam pengambilan suatu keputusan. Pengambilan keputusan yang baik harus berlandaskan pada nilai-nilai yang positif. Dalam proses panjang perjalanan, kegiatan pendampingan individu yang diberikan oleh pendamping dan fasilitator dapat membantu menganalisis efektivitas pengambilan keputusan yang telah dilakukan serta mengidentifikasi masalah-masalah yang ada.
Kemampuan guru dalam mengelola dan menyadari aspek sosial emosionalnya akan berpengaruh terhadap pengambilan keputusan, khususnya dalam menghadapi dilema etika. Pemahaman diri yang baik dapat membantu guru mengambil keputusan yang tepat. Pembahasan studi kasus yang fokus pada masalah moral atau etika kembali kepada nilai-nilai yang dianut seorang pendidik. Pengambilan keputusan yang baik harus berpedoman pada nilai-nilai positif yang dimiliki. Pengambilan keputusan yang tepat berdampak pada terciptanya lingkungan yang positif, kondusif, aman, dan nyaman, yang penting untuk memfasilitasi pembelajaran yang efektif.
Tantangan-tantangan di lingkungan untuk menjalankan pengambilan keputusan terhadap kasus-kasus dilema etika dapat terkait dengan perubahan paradigma di lingkungan tersebut. Pemahaman terhadap perubahan ini dapat membantu mengambil keputusan yang tepat. Pengambilan keputusan yang tepat dapat memengaruhi pengajaran yang berpusat pada murid. Keputusan yang berpusat pada potensi murid dapat memfasilitasi pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan mereka.
Seorang pemimpin pembelajaran yang mengambil keputusan dapat memengaruhi kehidupan atau masa depan murid-muridnya. Pengambilan keputusan yang bijak dapat memberikan dampak positif bagi perkembangan murid.
Dalam konteks pendidikan, menghadapi tantangan dalam pengambilan keputusan terhadap kasus-kasus dilema etika adalah hal yang umum. Berikut adalah beberapa tantangan dan hubungan dengan perubahan paradigma, serta pengaruh keputusan tersebut terhadap proses pembelajaran dan murid: Di lingkungan yang beragam, nilai dan norma yang berbeda dapat menimbulkan tantangan dalam mencapai konsensus tentang apa yang dianggap sebagai keputusan etis. Terkadang, keputusan yang ideal secara etika mungkin sulit diimplementasikan karena keterbatasan sumber daya seperti waktu, dana, atau tenaga. Pengambilan keputusan etika sering kali melibatkan pertimbangan berbagai kepentingan yang mungkin saling bertentangan, termasuk kepentingan murid, pendidik, dan institusi. Seiring dengan pergeseran menuju pendidikan yang lebih berpusat pada murid, fokus pada pengembangan nilai-nilai etika dan kemampuan berpikir kritis menjadi lebih menonjol. Pendidikan bukan hanya tentang pengetahuan akademis, tetapi juga tentang membentuk karakter individu.
Jika dibahas tentang pengaruh keputusan terhadap pembelajaran yang memerdekakan, Keputusan yang diambil dengan mempertimbangkan etika dapat mempromosikan pembelajaran yang memerdekakan. Ini berarti membekali murid dengan kemampuan berpikir kritis, membuat keputusan berdasarkan nilai-nilai, dan bertindak secara mandiri. Keputusan yang mempertimbangkan perbedaan individu dapat membantu menciptakan strategi pembelajaran yang disesuaikan dengan kebutuhan dan potensi masing-masing murid, sehingga setiap murid dapat berkembang secara optimal. Keputusan yang diambil oleh pemimpin pembelajaran dapat berdampak langsung pada pengalaman belajar murid, mempengaruhi sikap mereka terhadap pembelajaran, dan membentuk nilai-nilai etika mereka. Keputusan yang bijaksana dan beretika dapat memberikan teladan bagi murid dan mempersiapkan mereka untuk menghadapi tantangan masa depan dengan integritas.
Memahami konsep-konsep yang berkaitan dengan dilema etika dan pengambilan keputusan adalah kunci untuk menjadi pemimpin yang efektif dan beretika. Dilema etika terjadi ketika seseorang dihadapkan pada situasi di mana dua atau lebih nilai atau prinsip moral saling bertentangan. Bujukan moral adalah kemampuan untuk mempengaruhi orang lain untuk bertindak sesuai dengan nilai-nilai etika. Paradigma yang sering digunakan meliputi hasil versus aturan, hak versus tanggung jawab, kebaikan versus kebenaran, dan kepentingan individu versus kelompok. Sedangkan 3 Prinsip Pengambilan Keputusan perlu memaksimalkan kebaikan untuk jumlah orang terbesar), berdasarkan kewajiban dan aturan, dan etika kebajikan (berfokus pada karakter dan kebajikan individu). 9 Langkah Pengambilan dan Pengujian Keputusan memberikan kerangka kerja sistematis untuk menganalisis situasi, mempertimbangkan alternatif, dan menguji keputusan sebelum diimplementasikan.
Sebelum mempelajari modul ini, mungkin saya pernah menghadapi dilema etika dalam peran kepemimpinan, tetapi tanpa kerangka kerja yang terstruktur. Setelah memahami modul ini, perbedaan utama adalah adanya pendekatan yang lebih sistematis dan sadar dalam menangani dilema, yang memungkinkan analisis yang lebih mendalam dan keputusan yang lebih bijaksana.
Setelah mempelajari modul ini, saya lebih mempertimbangkan berbagai perspektif dan nilai-nilai yang terlibat dalam situasi dilema. Saya lebih teliti dalam mengevaluasi alternatif dan dampaknya sebelum membuat keputusan. Saya lebih menyadari pentingnya integritas dan etika dalam kepemimpinan, serta bagaimana keputusan yang saya ambil dapat mempengaruhi orang lain. Mempelajari topik ini membantu saya berkembang secara pribadi dengan membekali saya untuk membuat keputusan yang lebih etis dan bertanggung jawab dalam kehidupan sehari-hari.
Bagi seorang pemimpin, kemampuan untuk menavigasi dilema etika dan membuat keputusan yang bijaksana sangat penting untuk membangun kepercayaan, kredibilitas, dan menciptakan lingkungan yang adil dan inklusif. Secara keseluruhan, mempelajari modul ini memberikan wawasan yang berharga dan memperkuat kemampuan saya untuk bertindak dengan bijaksana dan beretika dalam berbagai situasi.
Komentar
Posting Komentar